Negara-negara mana saja yang Anti Media Sosial?

 Negara-negara mana saja yang Anti Media Sosial?
Ilustrasi/istimewa
Pada 11 Februari 2011, Presiden Mesir Hosni Mubarak turun tahta setelah menduduki kursi kekuasaan selama 30 tahun. Turunnya Hosni Mubarak disambut gegap gempita kegembiraan rakyat Mesir yang memang menginginkan terjadinya pergantian pemimpin di negeri itu. Yang menarik, turunnya Hosni Mubarak dari kursi kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari peran sosial media di internet.

Satu tahun sebelumnya, pada Juli 2010, seorang penduduk Mesir yang juga karyawan Google yang bertugas di wilayah Timur Tengah, Whael Ghanim, membuat akun di Facebook yang ia beri nama “We are all Khaled Said”.

Akun itu dibuat Whael Ghanim sebagai bentuk simpati terhadap Khaled Said yang menjadi korban penyiksaan anggota kepolisian Mesir di sebuah warnet di Alexandria. Kematiannya yang tidak wajar dengan berbagai luka mengerikan pada Khaled Said membuat setiap orang marah dan tidak terima atas tindakan itu.

Dalam waktu singkat, akun “We are all Khaled Said” menarik banyak massa, khususnya yang memang sudah muak pada pemerintah Mesir. Akun itu bahkan kemudian menjadi media komunikasi kelompok anti pemerintah dalam melakukan gerakan demonstrasi.

Akun “We are all Khaled Said” juga mengilhami para pendukung oposisi lainnya untuk membuat akun serupa, salah satunya akun “6th of April Youth Movement”, yang juga digunakan untuk gerakan anti pemerintah.

Selain Facebook, situs sosial media Twitter juga digunakan sebagai sarana komunikasi, dengan menggunakan hashtag #jan25. Melalui Twitter, para demonstran saling berkomunikasi dan memberikan informasi mengenai perkembangan demonstrasi di Mesir.

Pada 25 Januari 2011, rakyat Mesir mulai melakukan demonstrasi dengan turun ke jalan, menuntut lengsernya Presiden Hosni Mubarak. Ribuan orang berkumpul di lapangan Tahrir Square, Kairo. Mereka meneriakkan protes atas semua kejahatan pemerintah selama Hosni Mubarak berkuasa, khususnya tentang korupsi besar-besaran dan pembungkaman hak bersuara.

Pemerintah Mesir memahami bahwa salah satu media yang menggerakkan demonstrasi yang menuntut revolusi itu adalah situs sosial media di internet.

Karenanya, langkah pertama yang kemudian dilakukan pemerintah Mesir dalam menghadapi demonstrasi rakyatnya adalah memblokir situs Facebook dan Twitter. Pemblokiran yang dilakukan pada 28 Januari 2011 itu mengakibatkan Mesir mengalami kerugian Rp. 812 milyar.

Tapi tampaknya rakyat Mesir sudah bertekad bulat. Meski situs sosial media yang mereka gunakan untuk berkomunkasi diblokir pemerintah, mereka menyiasatinya dengan berbagai cara. Seiring dengan itu, gerakan revolusi terus berlangsung. Hasilnya, seperti yang tercatat pada sejarah Mesir, Presiden Hosni Mubarak akhirnya mengundurkan diri.

Keberhasilan gerakan revolusi di Mesir seolah memperlihatkan kepada kita bahwa sebuah gerakan kecil yang dimulai di situs sosial media dapat menumbangkan sebuah rezim yang telah berkuasa selama 30 tahun. Karena kenyataan semacam itu pula yang mungkin menjadikan beberapa negara sampai memblokir situs-situs sosial media di internet, untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.

Di zaman sekarang, ketika milyaran orang terhubung internet dan ratusan juta di antara mereka terjalin melalui situs sosial media, ada beberapa negara yang sengaja “mengucilkan” rakyatnya dari pergaulan internasional, dengan cara memblokir situs-situs sosial media di negaranya.

Karena hal itu pula, rakyat di beberapa negara pun tidak bisa leluasa berkomunikasi dengan warga negara lainnya. Di antara negara-negara yang melarang situs sosial media, berikut ini di antaranya.

Arab Saudi

Di antara negara lain, Arab Saudi adalah negara yang paling menentang dan melarang kehadiran situs sosial media, khususnya di negaranya. Mereka bahkan tidak hanya memblokir jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, tapi juga telah memblokir aplikasi semacam WhatsApp, Viber, dan Skype.

Korea Utara

Meski memiliki teknologi internet yang mumpuni, namun pemerintah Korea Utara memberlakukan akses internet yang sangat dibatasi. Jangankan untuk aktif di sosial media, bahkan untuk mengakses situs-situs biasa pun, rakyat di sana tidak bisa leluasa. Di Korea Utara, situs sosial media dianggap tidak ada.

Cina

Sejak tahun 2009, pemerintah Cina memblokir Facebook, Twitter, dan Youtube. Hanya di daerah perdagangan bebas di Shanghai Zone orang bisa mengakses situs media sosial secara bebas, namun di sebagian besar wilayah lain masih diblokir oleh pemerintah.

Salah satu tujuan pemerintah Cina memblokir situs media sosial disebabkan keinginan untuk memajukan aplikasi dan jejaring sosial lokal, seperti Sina Weibo ataupun Tencent.

Vietnam

Sejak September 2013, Vietnam mengesahkan undang-udang yang melarang warganya melakukan posting konten anti pemerintah di internet. Mereka juga memblokir Facebook, melarang semua layanan OTT (Over The Top) seperti Line dan WhatsApp, pendeknya melarang atau setidaknya membatasi penggunaan jejaring sosial oleh warga negaranya.

Kongo

Dilatarbelakangi konflik internal dalam negeri, pemerintah Republik Demokratik Kongo melarang warga negaranya menggunakan sosial media di internet untuk berkomunikasi. Facebook dan Twitter pun diblokir di sana. Tidak hanya itu, rakyat Kongo bahkan tidak bisa menikmati layanan SMS (short message service).

Bangladesh

Bangladesh memblokir Facebook dan melarang warganya mengakses situs jejaring sosial itu, sebagai bentuk protes atas terunggahnya foto karikatur Nabi Muhammad di halaman jejaring sosial tersebut. Pemerintah Bangladesh juga pernah memblokir Youtube setelah muncul video anti Islam di situs itu.

Pakistan

Tidak jauh beda dengan Bangladesh, Pakistan juga memblokir Facebook di negaranya dengan alasan yang mirip, yaitu sebagai bentuk protes atas munculnya ajakan untuk mengikuti lomba menggambar karikatur Nabi Muhammad di salah satu halaman Facebook. Tidak hanya Facebook yang diblokir, situs sosial media semacam Twitter juga ikut diblokir.

Tajikistan

Semula, yang muncul hanya berita yang menyebutkan bahwa pemerintah Tajikistan, melalui Departemen Telekomunikasinya, telah menghilangkan akun Facebook dari 41.000 pengguna di negaranya. Entah berita itu benar atau tidak, yang jelas Tajikistan kemudian benar-benar memblokir sistus sosial media Facebook di negaranya, hingga semua orang di sana tidak bisa menggunakan.

Di samping Facebook, Tajikistan juga pernah melakukan pemblokiran terhadap situs YouTube setelah munculnya video presiden mereka sedang menari. 

Selain negara-negara yang disebutkan di atas, Iran juga memblokir Facebook, Twitter, dan Youtube, sejak pemilihan presiden yang menuai kontroversi pada 2009. Kemudian, Libya memblokir Youtube selama 574 hari antara 2010 sampai 2011, setelah muncul video tahanan yang tewas di penjara Abu Salim. Suriah juga pernah memblokir Youtube dan Facebook selama 3 tahun, dan pemblokiran itu baru dicabut pada Februari 2011.

Afghanistan dan Pakistan termasuk negara yang pernah memblokir YouTube. Afghanistan memblokir Youtube selama 113 hari antara September 2012 sampai Januari 2013. Sementara Pakistan memblokir Youtube sejak September 2012, karena munculnya sebuah video dengan konten SARA hingga memicu protes masyarakat. Sampai Maret 2014, situs Youtube masih diblokir pemerintah Pakistan.

Mungkin karena menyadari komunikasi yang intens di antara rakyat dapat melahirkan revolusi seperti yang terjadi di Mesir, beberapa negara lain sangat berhati-hati dalam menghadapi keberadaan sarana komunikasi seperti situs sosial media. Tidak hanya situs sosial media, bahkan sarana internet pun sering kali tidak luput dari pengawasan.

Di Eritrea, misalnya, ada dua layanan provider internet yang beroperasi, dan keduanya diawasi secara ketat oleh pemerintah. Sementara pemerintah Aljazair, Tunisia, Kamerun dan Malawi, pernah memblokir Twitter. Pada 2011, pemerintah Belarus juga memblokir Twitter dan media sosial lainnya untuk memadamkan protes anti pemerintah.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 504456344549944573

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item